Tradisi Maisi Sasuduik dalam Perkawinan Masyarakat Minangkabau: Studi Interaksi Adat dan Hukum Islam

Main Article Content

Felia Wati

Abstract

ABSTRACT.


This study aims to analyze the sasuduik tradition in the minangkabau indigenous people, the influence of women’s social strata on the amount of “uang sasuduik”, the relationship between religion and custom, and its relevance to the marriage law. The maisi sasuduik tradition is the giving of a sum of money or goods that must be fulfilled by the man when he is about to marry a women based on an agreement made by the female ninik mamak and the male ninik mamak. This tradition only applies in Luhak Nan Limo Puluah which covers the entire Lima Puluh Kota and Payakumbuh City. This tradition is also called Adat Salingka Nagari because it only applies to one particular area and is not obligatory for other areas. This study departs from the theoretical framework of al-‘adah muhakkamah. Because, the maisi sasuduik tradition can be used as a behavioral attitude or habit in society. The research method used is qualitative research ehich uses more subjective qualitative with a legal anthropological approach that ficuses on studying the legal system in terms of human norms and culture. The main source for explaining this research is by conducting interviews with traditional leaders (datuak), cadiak pandai and indigenous people who understand the maisi sasuduik tradition in Nagari Andiang, Suliki District, Lima Puluh Kota District. Costoms and religion in Minangkabau Society cannot be separated as is the philosophy of life in Minangkabau: “Adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.”even though the maisi sasuduik tradition does not have written rules, the community still adheres to it because of the awareness of the law that exists in every individual in the community itself.


Keywords: Maisi Sasuduik Tradition, Custom, Islamic Law, Minangkabau


 


ABSTRAK.


Studi ini bertujuan menganalisis tradisi sasuduik dalam masyarakat adat Minangkabau, pengaruh strata sosial perempuan terhadap besaran uang suduik, hubungan antara agama dan adat, dan relevansinya dengan undang-undang perkawinan. Tradisi maisi suduik adalah pemberian sejumlah uang atau barang yang harus dipenuhi pihak laki-laki ketika hendak menikah dengan perempuan berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat oleh ninik mamak perempuan bersama ninik mamak laki-laki. Tradisi ini hanya berlaku di Luhak Nan Limo Puluah yang mencakup seluruh Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Payakumbuh. Tradisi ini juga dinamakan adat salingka nagari karena hanya berlaku pada satu daerah tertentu dan tidak diwajibkan untuk daerah lainnya. Studi ini bertolak dari pada kerangka pemikiran teori al-‘adah muhakkamah karena tradisi maisi suduik dapat dijadikan sikap perilaku atau kebiasaan dalam masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yang lebih banyak menggunakan kualitatif subjektif dengan pendekatan antropologi hukum yang memfokuskan pada telaah sistem hukum dalam norma dan budaya manusia. Sumber utama untuk menjelaskan penelitian ini dengan melakukan wawancara bersama pemuka adat (datuak), cadiak pandai dan masyarakat adat yang memahami mengenai tradisi maisi sasuduik di Nagari Andiang, Kecamatan Suliki, Kabupaten Limapuluh Kota. Adat dan agama dalam masyarakat Minangkabau tidak dapat dipisahkan sebagaimana falsafah hidup di Minangkabau: “adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah.” Meskipun tradisi maisi sasuduik tidak aturan yang tertulis, namun masyarakat tetap mematuhi karena adanya kesadaran hukum yang ada pada setiap individu masyarakat itu sendiri.


Kata Kunci:Tradisi Maisi Sasuduik, Adat, Hukum Islam, Minangkabau

Downloads

Download data is not yet available.

Article Details

How to Cite
WatiF. (2023). Tradisi Maisi Sasuduik dalam Perkawinan Masyarakat Minangkabau: Studi Interaksi Adat dan Hukum Islam. As-Syar’i: Jurnal Bimbingan & Konseling Keluarga, 6(1), 379-399. https://doi.org/10.47467/as.v6i1.4925
Section
Articles